Minggu, 24 Februari 2013

SAKURA! KAU YANG KUCARI


Detik yang dinanti, masa yang selalu ditunggu ribuan umat manusia, terkhusus masyarakat berkebangsaan negara yang mendapat julukan matahari terbit. Tak terkecuali laki-laki yang mendapatkan kesempatan singgah ke negara yang pernah menjajah tanah airnya. Sejarah yang tak mau ia lewatkan, melihat bunga sakura bermekaran, ohanami mereka menyebutnya. Matahari tersenyum menyapa, aroma embun membasahi dedaunan mewarnai pagi yang cerah. Dia bergegas melangkahkan kaki menuju ke Osaka Mint Bureau, tepat di tepi sungai Okawa yang diiringi jejeran pedagang jajanan tradisional. Osaka Mint Bureau hanya dibuka untuk umum sekali setahun, pada musim semi.
Wanita cantik, mata sipit kulitnya bersih bersinar, peranakan Jepang. Bidadari yang memancarkan pesonanya, membuat kaum hawa berusaha mempertaruhkannya. Laki-laki  berdarah Jawa tak mengedipkan matanya. Bunga paling bersinar diantara indahnya sakura. Kecantikannya tak dapat dijelaskan lewat kata-kata. Ratu yang tak ada tandingan. Ardi tak berani mendekat, bukan karena tak berbahasa Jepang tapi asa membuat kakinya tertahan dikejauhan. Dia nampak asyik menggelar tikar, mengeluarkan bekal dari keranjang.
Ardi mengamati dengan detail, tak ada sudut yang terlewatkan dalam pandangannya. Obyek yang sejak tadi duduk membuatnya bertanya-tanya. Parasnya tertebak, seakan menunggu sesorangan, namun waktu terus berputar, tak ada satupun orang datang menghampirinya. Ketika matahari telah menunjukkan kejayaan di puncaknya, dia bergegas memberaskan meninggalkan tempat. Langkahnya menghilang dalam keramaian, tak dapat terkejar dengan mata sekalipun.
Sepekan berturut-turut Ardi mengunjungi Osaka Mint Bureau. Selama penantian yang melelahkan, dia selalu menemui ratu diantara juataan sakura bermekaran. Bidadari tanpa pencapaian, selalu melakukan hal yang sama, untuk menjawab segudang pertanyaan yang ada dibenaknya, dia melangkah menghampiri sosok misterius perlahan-lahan dengan penuh keraguan.
“Selamat pagi,” bahasa Jepang yang dia pelajari di tata bahasa paling dasar.
Senyum mengundang gairah menyapa balik. Tak ada ungkapan yang dikeluarkan dari mulut mungilnya. Ardi salah tingkah, kedatangannya tak begitu disambut suka cita. Mampir untuk meninggalkan, tanpa mengucap sepatah katapun, dia pandangi terus jiwa pemikatnya.
Dia tak datang. Kali ini Ardi semakin penasaran, tak punya petunjuk untuk menjawab ketidakmengertiannya.
Kesekiankalinya Ardi datang melihat bunga Sakura bermekaran. Wanita tak jelas asal usulnya muncul kembali. Ardi harus punya jawaban.
Dalam bahasa Jepang yang lancar, “Apa yang membuatmu selama musim semi melakukan hal ini?” Dia tersenyum membalasnya. “Apakah kedatanganku mengganggumu?”
“Kesatria akan datang menghampiriku, menghilangkan kegelapan.”
Ardi terus bertanya dan dunia terasa milik berdua, pembicaraan menjadi hangat. Wanita cantik secantik indahnya sakura tak lagi kesepian dalam menikmati tulusnya persembahan sakura. Mereka menjadi akrab, sejak awal mengenalnya Ardi menaruh hati pada wanita berbeda kewargaanaan yang sekarang ada dihadapannya. Canda tawa mnghisai hanami diantara mereka. Tak dapat dipungkiri hubungan mereka sangat erat layaknya suami istri.
Tiga pekan berlalu, Ardi berusaha masuk dalam dunianya, “Dunia dalam keagungan-Nya, aku berharap dapat membawamu dalam keabadian.”
“Cahaya akan hilang dalam ketiadaan,” lirihnya menatap Ardi dengan senyum yang tak pernah lepas dan membuat laki-laki itu semakin menaruh asa dalam penantian.
Pembicaraan terakhir, penutup dalam pertemuan mereka. Tidak pernah Ardi menemuinya. Kesedihan yang terpendam, tak mengerti dengan kebahagiaan yang terenggut. Dia mencoba mencari ke alamat yang pernah diberikan padanya, namun rumah yang ada pada alamat tersebut memiliki penghuni yang tak satupun mengenal dengan ciri-ciri yang dia temui. Semakin dipenuhi dengan kebingungan. Wanita cantik yang sangat menjaga kesopanan tak terpikir jika berkata dusta padanya.
Selama bunga sakura bermekaran Ardi selalu mendatangi tempat yang sama dan hasilnya tak pernah dia melihat ratu dengan sejuta pesonanya. Batang hidungnya saja tak pernah muncul di depan mata laki-laki yang sudah terlanjur jatuh cinta.
“Kau telah hancurkan mimpi yang mulai ku bangun perlahan.”
“Apa yang membuatmu gelisah?” Laki-laki bertubuh mungil, berkulit putih, mata sipit berpandangan tajam, membuyarkan lamunannya. “Siapa yang kau tunggu?” Dengan wajah muram dia tak menjawab. “Sejak awal melihatmu di tempat ini ada sesuatu yang unik dalam darimu.”
“Apa maksud dengan pernyataan terakhir tuan?"
“Kau selalu mengamati tempat dimana kau sekarang duduk.”
“Apa yang aneh?”
“Sesuatu yang kosong. Semenjak duduk di tempat ini, kau bicara tak punya arah dan lawan bicara.” 
Terjemahan lagu berjudul sakura oleh Moriyama Naotama. Bunga sakura, saat mekar tanpa pamrih, tanpa beban apa pun, dengan ketulusan dalam memberikan kepuasan dan kekaguman pada tiap orang untuk menikmatinya. Gugurnya bunga sakura akan sangat disayangkan banyak orang. Hidup Sakura itu bak cermin keberhasilan seseorang. Begitu kita mati, orang merasa kehilangan. Sakura adalah janji, yang walau usianya terlalu singkat, tapi ia berjanji akan kembali mekar di musim semi selanjutnya. Ia akan kembali membagi keindahannya, ia akan kembali membagi keceriaan bagi siapa saja yang memandangnya. Sakura berjanji akan datang lagi.
***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar