Detik yang dinanti, masa yang selalu ditunggu ribuan umat
manusia, terkhusus masyarakat berkebangsaan negara yang mendapat julukan matahari
terbit. Tak terkecuali laki-laki yang mendapatkan kesempatan singgah ke negara
yang pernah menjajah tanah airnya. Sejarah yang tak mau ia lewatkan, melihat
bunga sakura bermekaran, ohanami
mereka menyebutnya. Matahari tersenyum menyapa, aroma embun membasahi dedaunan
mewarnai pagi yang cerah. Dia bergegas melangkahkan kaki menuju ke Osaka Mint
Bureau, tepat di tepi sungai Okawa yang diiringi jejeran pedagang jajanan tradisional.
Osaka Mint Bureau hanya dibuka untuk umum sekali setahun, pada musim semi.
Wanita cantik, mata sipit kulitnya
bersih bersinar, peranakan Jepang. Bidadari yang memancarkan pesonanya, membuat kaum hawa berusaha mempertaruhkannya. Laki-laki berdarah Jawa tak mengedipkan matanya. Bunga paling
bersinar diantara indahnya sakura. Kecantikannya tak dapat dijelaskan lewat
kata-kata. Ratu yang tak ada tandingan. Ardi tak berani mendekat, bukan karena
tak berbahasa Jepang tapi asa membuat kakinya tertahan dikejauhan. Dia nampak
asyik menggelar tikar, mengeluarkan bekal dari keranjang.
Ardi mengamati dengan detail, tak
ada sudut yang terlewatkan dalam pandangannya. Obyek yang sejak tadi duduk membuatnya
bertanya-tanya. Parasnya tertebak, seakan menunggu sesorangan, namun waktu
terus berputar, tak ada satupun orang datang menghampirinya. Ketika matahari
telah menunjukkan kejayaan di puncaknya, dia bergegas memberaskan meninggalkan
tempat. Langkahnya menghilang dalam keramaian, tak dapat terkejar dengan mata sekalipun.
Sepekan berturut-turut Ardi mengunjungi Osaka
Mint Bureau. Selama penantian yang melelahkan, dia selalu menemui ratu diantara
juataan sakura bermekaran. Bidadari tanpa pencapaian, selalu melakukan hal yang
sama, untuk menjawab segudang pertanyaan yang ada dibenaknya, dia melangkah
menghampiri sosok misterius perlahan-lahan dengan penuh keraguan.
“Selamat pagi,” bahasa Jepang yang
dia pelajari di tata bahasa paling dasar.
Senyum mengundang gairah menyapa balik. Tak ada ungkapan
yang dikeluarkan dari mulut mungilnya. Ardi salah tingkah, kedatangannya tak
begitu disambut suka cita. Mampir untuk meninggalkan, tanpa mengucap sepatah
katapun, dia pandangi terus jiwa pemikatnya.
Dia tak datang. Kali ini Ardi
semakin penasaran, tak punya petunjuk untuk menjawab ketidakmengertiannya.
Kesekiankalinya Ardi datang melihat bunga Sakura
bermekaran. Wanita tak jelas asal usulnya muncul kembali. Ardi harus punya
jawaban.
Dalam bahasa Jepang yang lancar, “Apa
yang membuatmu selama musim semi melakukan hal ini?” Dia tersenyum membalasnya.
“Apakah kedatanganku mengganggumu?”
“Kesatria akan datang menghampiriku,
menghilangkan kegelapan.”
Ardi terus bertanya dan dunia terasa
milik berdua, pembicaraan menjadi hangat. Wanita cantik secantik indahnya
sakura tak lagi kesepian dalam menikmati tulusnya persembahan sakura. Mereka
menjadi akrab, sejak awal mengenalnya Ardi menaruh hati pada wanita berbeda kewargaanaan
yang sekarang ada dihadapannya. Canda tawa mnghisai hanami diantara mereka. Tak dapat dipungkiri hubungan mereka sangat
erat layaknya suami istri.
Tiga pekan berlalu, Ardi berusaha masuk
dalam dunianya, “Dunia dalam keagungan-Nya, aku berharap dapat membawamu dalam
keabadian.”
“Cahaya akan hilang dalam ketiadaan,”
lirihnya menatap Ardi dengan senyum yang tak pernah lepas dan membuat laki-laki
itu semakin menaruh asa dalam penantian.
Pembicaraan terakhir, penutup dalam
pertemuan mereka. Tidak pernah Ardi menemuinya. Kesedihan yang terpendam, tak
mengerti dengan kebahagiaan yang terenggut. Dia mencoba mencari ke alamat yang
pernah diberikan padanya, namun rumah yang ada pada alamat tersebut memiliki
penghuni yang tak satupun mengenal dengan ciri-ciri yang dia temui. Semakin dipenuhi
dengan kebingungan. Wanita cantik yang sangat menjaga kesopanan tak terpikir
jika berkata dusta padanya.
Selama bunga sakura bermekaran Ardi
selalu mendatangi tempat yang sama dan hasilnya tak pernah dia melihat ratu
dengan sejuta pesonanya. Batang hidungnya saja tak pernah muncul di depan mata
laki-laki yang sudah terlanjur jatuh cinta.
“Kau telah hancurkan mimpi yang
mulai ku bangun perlahan.”
“Apa yang membuatmu gelisah?”
Laki-laki bertubuh mungil, berkulit putih, mata sipit berpandangan tajam,
membuyarkan lamunannya. “Siapa yang kau tunggu?” Dengan wajah muram dia tak menjawab.
“Sejak awal melihatmu di tempat ini ada sesuatu yang unik dalam darimu.”
“Apa maksud dengan pernyataan terakhir
tuan?"
“Kau selalu mengamati tempat dimana
kau sekarang duduk.”
“Apa yang aneh?”
“Sesuatu yang kosong. Semenjak duduk
di tempat ini, kau bicara tak punya arah dan lawan bicara.”
Terjemahan
lagu berjudul sakura oleh Moriyama Naotama. Bunga sakura, saat mekar tanpa pamrih,
tanpa beban apa pun, dengan ketulusan dalam memberikan kepuasan dan kekaguman
pada tiap orang untuk menikmatinya. Gugurnya bunga sakura akan sangat
disayangkan banyak orang. Hidup Sakura itu bak cermin keberhasilan seseorang.
Begitu kita mati, orang merasa kehilangan. Sakura adalah janji, yang walau usianya
terlalu singkat, tapi ia berjanji akan kembali mekar di musim semi selanjutnya.
Ia akan kembali membagi keindahannya, ia akan kembali membagi keceriaan bagi
siapa saja yang memandangnya. Sakura berjanji akan datang lagi.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar